Sabtu, 24 Oktober 2015

MELAWAN ASAP DALAM MATERI STAND-UP

Saat ini ada dua hal yang menurut saya sedang hangat dibicarakan.
Yang pertama adalah stand-up.
Dan yang ke dua adalah asap.
Kalau stand-up itu hangatnya karena diminati, digemari.
Nah, kalau asap nih hangatnya menurut saya karena pepatah.
"Tidak ada asap kalau tidak ada api"
Agar masalah asap ini selesai, harusnya pepatahnya kita ganti
"Tidak ada asap kalau tidak ada yang bakar" atau kita ganti dengan
"Tidak ada asap kalau tidak ada kebun sawit"
Nah, kalau pepatahnya sudah diganti tapi masalah asapnya belum selesai juga.
Berarti presidennya yang harus diganti.

Oh iya, perkenalkan nama saya Muhammad Abduh Panjaitan.
Profesi saya sebagai guru dan saya bangga menjadi guru.
Kenapa?
Karena menurut survey yang saya lakukan.
Profesi guru itu saat ini merupakan urutan kedua yang paling diminati di negeri ini.
Urutan pertamanya tukang sate.
Karena asapnya kemana-mana.
Bedanya yang ini bukan tukang sate biasa seperti sate kambing atau sate ayam.
Kalau yang ini sate hutan.
Jadi cara pertanyaan tukang satenya juga beda.
Kalau yang biasa pesannya begini. "Bang, satenya, Bang".
Abang tukang satenya nanya "Berapa tusuk?"
Itu yang biasa.
Kalau yang ini. "Bang, satenya, Bang?"
Tukang satenya nanya "Berapa hektar?"

Berbicara soal hutan.
Hutan itu kan paru-paru dunia.
Nah, kalau hutannya dirusak. Berarti kita merusak paru-paru dunia.
Makanya jangan heran kalau hutannya dibakar, dampaknya ke paru-paru.
Makin lama kita menghirup asap, paru-paru kita makin rusak
Trus, kita disuruh bernapas pakai apa? Pakai insang?
Berjalan pake sirip? Jadi mirip ikan.
Ikan yang diasap.

Selain paru. Bencana asap ini juga ternyata dapat menurunkan daya ingat.
Ini terjadi pada saya. Hampir sebagian besar orang-orang yang menegur saya di jalanan, tidak saya kenali lagi wajahnya.
Bukan karena jarak pandang yang terbatas, tapi karena wajahnya tertutup masker.

Selain itu, bencana asap ini membuat jantung saya selalu deg-deg-an.
Apalagi saat kita naik angkot, trus ada yang naik yang nggak kita kenali dan duduk tepat disamping kita.
Bawaannya jadi curiga gitu.
Apalagi kalau lihat ciri-cirinya. Wajahnya tertutup masker.

Tapi, di tengah bencana seperti ini, Indonesia masih mencatatkan hal yang membanggakan.
Salah satu komoditi ekspornya berhasil menembus negara-negara tetangga.
Ekspor asap.
Meskipun tidak menambah devisa negara, tapi kita berhasil mendapatkan simpati mereka.
Negara-negara tetangga itupun akhirnya membantu kita dengan membagikan masker.

Terima Kasih. Saya Muhammad Abduh Panjaitan. Mari melawan asap, sekalipun dalam senyap.
SHARE If You CARE!
Read More..