Senin, 23 November 2015

GURU, MASIHKAH KAU PAHLAWAN?

Guru, masihkah kau pahlawan? Sebuah pertanyaan yang mungkin harus ditanyakan ke dalam diri kita sebagai seorang guru di tengah tuntutan profesionalisme yang diukur dengan sebuah sertifikat dan nominal angka. Pertanyaan yang mungkin kita lupakan ketika kita menuntut perhatian pemerintah atas kerja kita mendidik anak-anak bangsa. Dan kini ketika perhatian itu sedikit kita dapatkan, pertanyaan itu seakan pil pahit yang menyangkut di tenggorokan. Pertanyaan yang saya sendiri ragu untuk menjawabnya.

Sekolah atau madrasah merupakan tempat menempa generasi penerus bangsa. Ia juga merupakan benteng terakhir kejujuran dan semangat perbaikan. Padanya disandarkan banyak harapan akan masa depan yang lebih baik. Namun di tengah pertentangan nilai dalam kehidupan saat ini, sekolah sepertinya tidak begitu tangguh untuk menjadi tiang harapan tersebut. Di saat dunia bisnis mengajarkan persaingan, sekolah tidak begitu kuat mengajarkan gotong-royong dan kerjasama. Di saat dunia politik menghalalkan semua cara demi merebut kekuasaan, sekolah gagal menciptakan negarawan dan pemimpin. Dan di saat hukum menjadi tumpul, sekolah gagal menanamkan nilai-nilai kepatuhan terhadap peraturan.

Melemahnya fungsi sekolah merupakan bukti yang menunjukkan melemahnya peran setiap elemen yang terlibat didalamnya. Guru, tenaga kependidikan, serta mereka yang terlibat dalam mengurus dan menentukan kebijakan sekolah merupakan elemen utama yang menjalankan fungsi sekolah. Guru tentu menjadi elemen utama dalam menjalankan fungsi sekolah sebagai tempat transfer sikap, pengetahuan dan keahlian. Sedangkan elemen lain sebagai pendukung agar guru menjalankan fungsinya dengan baik. 

Bertambahnya tugas-tugas guru seiring tuntutan profesionalisme terkadang menjadi penyebab terbengkalainya tugas utama. Tak jarang di beberapa sekolah banyak kelas yang dibiarkan tanpa guru saat sang guru harus dituntut melengkapi administrasi demi tunjangan profesi. Tak sedikit pula guru yang belum disertifikasi mulai hitung-hitungan terhadap pengabdian mereka dengan imbalan jasa yang diperolehnya. Pada akhirnya guru mulai kehilangan jiwanya saat mendidik, mudah emosi, hingga berlaku tidak selayaknya seorang guru. Tanpa menyadarinya, guru secara tidak langsung justru mengajarkan persaingan yang tidak sehat, bahkan mengajarkan ketidakpatuhan terhadap peraturan. 

Tuntutan profesionalisme tentu juga menuntut guru untuk lebih banyak mengorbankan waktunya. Semangat berkorban inilah yang selayaknya dimiliki seorang pahlawan. Pahlawan yang bisa menjadi ikon nyata dihadapan para siswanya. Sehingga sifat-sifat pahlawan itu tertransfer baik pada generasi penerus yang sedang ditempa di sekolah-sekolah mereka.

Guru, masihkah kau pahlawan jika pada kenyataannya waktumu lebih banyak kau sibukkan mengejar imbalan atas jasamu?. Masihkah kau pahlawan jika pada kenyataannya jiwamu tidak menyertai kehadiranmu saat melaksanakan tugas?. Masihkah kau pahlawan jika pada kenyataannya kau justru menjadi pribadi yang tidak layak digugu dan ditiru?. Mungkin pribadi kita masing-masing yang mampu menjawabnya. 

Mungkin beberapa tahun ke depan, kita tidak lagi mengenal istilah "pahlawan tanpa tanda jasa". Mungkin saja istilah tersebut akan hilang digerus oleh tuntutan kehidupan hingga setiap jasa harus diukur dengan sejumlah nilai kesejahteraan. Tapi tentu saja kita semua berharap setiap guru tetap memiliki jiwa pahlawan, sekalipun itu adalah "pahlawan dengan tanda jasa". Karena sejatinya guru adalah pahlawan.

(sebuah catatan pinggir menjelang hari guru)
Read More..

Senin, 09 November 2015

HARI PAHLAWAN DAN BUDAYA (UANG) TERIMAKASIH

Tanggal 10 Nopember 1945 mengandung peristiwa penting dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Sejarah mencatat bahwa perang besar pertama pasca proklamasi kemerdekaan terjadi pada tanggal ini. Perang mempertahankan kemerdekaan dari tentara asing yang kembali ingin mencaplok kedaulatan Indonesia. Pertempuran besar yang terjadi di Surabaya ini kemudian setiap tahunnya diperingati dan ditetapkan sebagai salah satu hari bersejarah di negeri ini. Hari pahlawan.

Sekalipun pada peristiwa tersebut jatuh korban yang lebih banyak dari pihak Indonesia, namun latar belakang terjadinya perang dan semangat heroik yang luar biasa yang ditunjukkan seluruh elemen masyarakat Surabaya ketika itu sangat layak diperingati. Bukan hanya pejuang, bahkan para ulama, kiyai, santri dan rakyat sipil turut serta memainkan peran mereka ketika itu demi mempertahankan kedaulatan negeri ini. Semangat yang seharusnya diwarisi oleh kita hari ini.

Semangat kepahlawanan merupakan semangat yang mendorong kita memberikan kontribusi terbaik bagi bangsa ini. Semangat yang menginisiasi kita mengambil peran dalam mengisi kemerdekaan. Semangat untuk melakukan kebaikan demi kebaikan sekalipun ia begitu melelahkan. Semangat kepahlawanan adalah semangat untuk berkorban memberi jasa tanpa pernah berpikir bahwa kita akan dikenal, dihormati, atau bahkan sekedar ucapan terimakasih.

Bagaimana dengan saat ini? Di zaman yang serba mengagungkan materi seperti saat ini, semangat kepahlawanan semakin tergerus oleh arus kepentingan. Setiap jasa harus diukur dengan imbalan dan nilai tertentu. Sekalipun untuk menjalankan fungsi tersebut sebenarnya ia telah mendapat gaji dari tempat ia bekerja.

Budaya uang terimakasih menjadi hal yang dianggap biasa hari ini. Dan tanpa kita menyadari, budaya ini akan menggerus habis sifat kepahlawanan dalam diri kita. Pemberi dan penerima akan kehilangan rasa menghargai terhadap jasa yang diberi maupun yang diterima disebabkan jasa tersebut telah terukur nilainya. Dan pada akhirnya, antara pemberi dan penerima hanya akan saling membantu jika dianggap memberi keuntungan semata. Dan kemajuan apalagi yang bisa diharapkan dalam suatu negara apabila dalam negara tersebut yang ada hanya saling memanfaatkan dan bukan saling membantu?. Bahkan jika budaya ini menjamur dalam instansi pemerintah, tentulah memperlambat roda pemerintahan itu sendiri. Dan ujung-ujungnya akan mengorbankan kepentingan masyarakat.

Jika saja para pahlawan itu masih hidup hari ini. Mungkin mereka akan berkata "Bukan untuk ini kami berjuang". 

Hari ini, hari pahlawan hanya diperingati sebagai seremonial semata tanpa mewariskan nilai-nilai kepahlawanan yang menyertainya. Perlahan namun pasti akan semakin sulit mencari sosok pahlawan di negeri ini. Bagaimana dengan anda? Apakah anda bersedia?


Read More..