Rabu, 15 April 2015

SEBUAH CATATAN MENJELANG AKHIR TAHUN AJARAN

Ketika mengawas pada ujian akhir sekolah beberapa minggu lalu, saya memperhatikan lebih seksama para siswa satu-persatu, mencoba mengingat wajah-wajah mereka yang akan menyelesaikan pendidikannya dan meninggalkan lingkungan sekolah yang memberikan pengalaman bagi mereka tiga tahun terakhir.

Bagi saya sebagai guru, momen seperti ini merupakan peristiwa yang penuh dengan berbagai emosional. Di satu sisi, rasa haru dan gembira menyeruak mengingat kenangan tertentu yang telah dilalui bersama mereka. Mengigat masa-masa saat mereka belajar bersama saya dan kini akan menyelesaikan pendidikannya. Di sisi lainnya, saya merasa ketakutan tentang masa depan yang akan mereka hadapi. Sekalipun masa depan mereka tidak ada hubungannya dengan kehidupan saya, namun kekhawatiran itu tetap saja hadir.

Kekhawatiran saya sebenarnya beralasan mengingat pribadi mereka yang tidak juga tumbuh menjadi lebih dewasa sekalipun telah menempuh berbagai proses pembelajaran. Setelah menyelesaikan jenjang pendidikan atas, mereka akan menghadapi kehidupan yang sebenarnya. Persaingan yang akan menghadapi bukanlah sebuah simulasi sebagaimana yang biasa mereka hadapi sebelumnya. Cukupkah bekal pengetahuan mereka menghadapi hal tersebut? cukupkah nasehat yang mereka serap?


Yah, lingkungan sekolah hanyalah miniatur kehidupan dan tempat mengumpulkan bekal dan berlatih menghadapi kehidupan yang sebenarnya. Jika mereka tidak tumbuh dengan seharusnya, maka mereka tidak akan siap menghadapi kehidupan yang sebenarnya. Tidak perduli mereka akan mendapatkan pekerjaan apa dan menjadi apa dalam kehidupan mereka. Bagi saya, selama mereka tidak menjadi pribadi buruk dan pribadi gagal maka hal tersebut sudah cukup menjadi pembahagia bagi saya.
Read More..

CORAT-CORET SERAGAM : SEBUAH BUDAYA ATAU LUAPAN EMOSI SESAAT?

Budaya corat-coret pasca ujian nasional sepertinya masih marak di negeri ini. Terlihat dibeberapa ruas jalan ramai dipenuhi arak-arakan siswa dengan seragam yang sudah penuh dengan ragam coretan cat. Tidak sedikit di antara mereka yang melakukan pelanggaran lalu lintas. Bahkan, budaya ini bukan hanya dilakukan para siswa di jenjang pendidikan atas saja (SMA/SMK) melainkan telah terlihat diadopsi juga oleh mereka yang baru menyelesaikan jenjang pendidikan menengah pertama (SMP).

Beberapa hal sebenarnya telah dilakukan untuk mengurangi kebiasaan ini dengan melibatkan berbagai pihak. Mulai dari pengarahan oleh pihak sekolah hingga razia lalu lintas yang melibatkan kepolisian. Seperti tahun ini misalnya, jadwal akhir UN yang berbeda antara SMA (Rabu/dan SMK juga merupakan cara yang ditempuh agar “perayaan” corat-coret itu tidak melibatkan seluruh siswa yang ikut ujian secara bersamaan/serentak. Namun, upaya-upaya ini masih memberikan pengaruh yang kecil dibandingkan budaya yang entah sejak kapan mempengaruhi pemikiran para siswa tersebut.

Jika diperhatikan, corat-coret yang dilakukan para siswa semacam luapan emosional pasca menjalani ujian yang dianggap sebagai momok yang mengerikan dan penuh tekanan. Luapan emosional yang tidak terbendung inilah yang akan menghasilkan ekspresi yang terlampau bebas dan tidak mengindahkan norma yang berlaku di masyarakat. Seperti sebuah banjir bandang yang tentunya akan menyapu apa saja yang menghalangi dan tentunya meluap hingga melampai batas pinggiran sungai.

Salah satu cara yang mungkin layak dicoba untuk mengurangi budaya corat-coret ini adalah keaktifan pihak sekolah yang mengumpulkan para siswanya pada hari terakhir pelaksanaan UN. Dengan membuat sebuah kegiatan yang bersifat santai, menyenangkan diharapkan luapan emosional siswa dapat tersalurkan secara perlahan. Dalam kegiatan itu pula dapat digugah perasaan para siswa agar kiranya memilih kegiatan-kegiatan yang lebih bermanfaat dalam meluapkan emosional mereka, misalnya melakukan kegiatan sosial menyumbangkan seragam mereka kepada yang memerlukan daripada melakukan corat-coret massal.

Terakhir, kepada para siswa yang tahun ini menyelesaikan pendidikannya di tingkat menengah atas, saya menasehatkan bahwa kenangan itu terletak pada ikatan emosi antar pribadi, bukan pada prasasti baju yang penuh dengan coretan. Baju yang dicoret mungkin hanya akan bertahan 5 tahun, namun ingatan akan kebersamaan mungkin akan kekal sepanjang hidup.


Be Wise.
Read More..

Sabtu, 11 April 2015

GENERASI BIJAK

Generasi bijaksana bukanlah generasi yang ikut-ikutan, melainkan generasi pemimpin yang mewujudkan masa depan yang gemilang

Bagi mereka, kebenaran adalah satu-satunya hal yang pantas diikuti. Jika tidak menemukannya, mereka akan menciptakannya dan memimpin di jalan itu.

Be Wise
Read More..

SURAT TERBUKA UNTUK ADIK PEREMPUANKU

Kaulah bunga yang belajar mekar
Pelihara dirimu dengan akhlak terpuji
Hingga kau menjadi pribadi teruji
Tidak melarut dalam aroma duniawi

Jangan relakan dirimu disentuh
Oleh cinta yang tiada utuh
Hingga ia halal bagimu
Dalam ikatan pernikahan

Jangan pula mudah kau gadaikan cintamu
Pada cinta yang pura-pura
Hingga mekarmu hanya di kuntum
Dan harumanmu hanya semusim

Saat tiada yang datang dalam penantianmu
Jangan pula kau gugurkan kelopakmu
Satu demi satu
Hingga dirimu rebah ke tanah
Yakinlah kau tetap memiliki cinta
Yang terpelihara dan abadi

Wahai adikku...
Rayulah cinta-Nya
Read More..